Movie review score
5
Setelah menghilang selama dua tahun,
Martha (Elizabeth Olsen), memutuskan untuk meninggalkan sebuah kelompok
pemujaan tempat ia bernaung selama ini dan menelepon kakaknya, Lucy
(Sarah Paulson), untuk kemudian tinggal bersamanya. Namun, dua tahun
tinggal bersama anggota kelompok pemujaan yang memiliki aturan-aturan
hidup yang berbeda dengan manusia normal pada umumnya telah membuat
hubungan Martha dengan Lucy – serta suami Lucy, Ted (Hugh Dancy),
mengalami begitu banyak kendala. Selain itu, Martha juga tumbuh menjadi
sosok yang paranoid dan begitu takut kalau para anggota kelompok
pemujaan yang ia tinggalkan akan datang ke rumah kakaknya dan menjemput
dirinya kembali.
Sebenarnya wajar jika Martha merasa
sedikit paranoid. Dipimpin oleh Patrick (John Hawkes), seorang pria yang
kharismatik namun begitu dingin dalam kesehariannya, kelompok pemujaan
tempat Martha bernaung selama dua tahun terakhir merupakan sebuah
kelompok yang memisahkan diri mereka secara sepenuhnya dari peradaban
manusia luas. Mereka juga memiliki aturan-aturan yang berbeda – termasuk
sebuah peraturan yang mewajibkan Patrick untuk ‘membersihkan’ setiap
gadis yang baru bergabung ke dalam kelompok tersebut dan kemudian
mencuci otak mereka dengan rentetan ideologi yang sesuai dengan
ajarannya. Tidak tahan dengan keseharian yang penuh dengan kekerasan
itulah yang akhirnya membuat Martha meninggalkan kelompok kepercayaan
tersebut.
Elizabeth Olsen jelas merupakan nyawa utama dari Martha Marcy May Marlene.
Tampil dengan penuh kerapuhan dan kejujuran yang dapat penonton rasakan
bahkan dari tatapan matanya, Olsen mampu membawakan perannya dengan
begitu sempurna. Karakter Martha yang ia perankan memang gagal untuk
dapat dikembangkan oleh sutradara sekaligus penulis naskah cerita film
ini, Sean Durkin, agar dapat mampu dikenali dan terasa familiar oleh
para penonton. Namun, dengan kemampuan akting yang begitu kuat dari
Olsen, karakter Martha sangatlah mudah untuk disukai, dan diberikan rasa
simpati yang mendalam. Rasa simpati kepada karakter Martha itulah yang
akan mendorong penonton untuk menyingkirkan beberapa kelemahan Martha Marcy May Marlene dan membuat film ini terasa lebih mampu menonjol.
Selain Olsen, departemen akting Martha Marcy May Marlene
juga diisi dengan nama-nama aktor dan aktris yang mampu memberikan
penampilan terbaik mereka. Sarah Paulson dengan baik memberikan sebuah
penggambaran seorang kakak yang selama ini begitu khawatir dan
merindukan adiknya, namun tidak mampu berbuat apa-apa ketika sang adik
kembali dan tampil dalam kondisi kejiwaan yang patut dipertanyakan.
Begitu juga dengan Hugh Dancy yang berperan sebagai suami dari karakter
yang diperankan Paulson yang mampu melengkapi setiap kehadiran emosi
yang telah diberikan Paulson lewat karakternya. Sayang kedua karakter
yang mereka perankan, dan karakter-karakter lain di luar karakter
Martha, gagal untuk diberikan jalan cerita yang sepadan dan mendalam dan
membuat karakter-karakter tersebut hanya hadir sebagai pelengkap jalan
cerita saja.
Namun, tentu tidak akan mudah untuk
melupakan akting yang begitu menghantui dari John Hawkes. Berperan
sebagai seorang pemimpin kelompok pemujaan yang berkata-kata dengan
lembut namun begitu penuh dengan kharisma, Hawkes menjadikan karakter
Patrick yang ia perankan menjadi sesosok karakter yang begitu
menakutkan. Berbeda dari Olsen yang dapat memancarkan kepedihan dan
kesendirian dari tatapan matanya, Hawkes menjadikan tatapan matanya
sebagai penyebar rasa ketakutan yang dapat secara langsung dirasakan
oleh penonton setiap kali karakternya hadir di dalam jalan cerita.
Penampilan Olsen dan Hawkes di Martha Marcy May Marlene jelas merupakan dua penampilan yang termasuk paling mengesankan yang dapat disaksikan penonton di sepanjang tahun 2011 lalu.
Berbeda dengan tampilan departemen
aktingnya yang hadir dengan cemerlang, keputusan Sean Durkin untuk lebih
menampilkan misteri dalam jalan cerita Martha Marcy May Marlene
lewat susunan proses editing film menjadi semacam pedang berkepala dua
bagi hasil akhir film ini: benar bahwa kemisteriusan itu berhasil
tercapai, namun di sisi lain, penonton tidak pernah dapat benar-benar
merasa terkoneksi dengan apa yang sebenarnya ingin disampaikan Durkin
lewat film ini. Martha Marcy May Marlene dapat menjadi sebuah potongan kisah yang lebih emosional lewat pendalaman karakter Martha, dapat menjadi sebuah thriller
yang mengejutkan jika berfokus pada kisah hidup Martha selama tinggal
dengan kelompok pemujaan yang dipimpin oleh Patrick atau menjadi murni
sebuah horor jika mampu berfokus pada kisah Patrick dan anggota kelompok
pemujaannya. Durkin berusaha menggabungkan berbagai elemen tersebut,
yang sayangnya, gagal untuk tercapai karena kurangnya pendalaman kisah
pada banyak sudut cerita.
Pun begitu, Martha Marcy May Marlene
jelas telah menjadi salah satu titik terang di dunia film independen
Amerika Serikat di sepanjang tahun 2011. Merupakan karya perdana dari
Sean Durkin, ia mampu menunjukkan bahwa dirinya memiliki kapabilitas
yang cukup dalam menghasilkan sebuah film yang begitu mudah untuk
menjebak penontonnya dalam sekelumit kisah masa lalu yang misterius.
Keberhasilan Durkin juga didukung penuh oleh penampilan para pengisi
departemen akting film ini, termasuk penampilan luar biasa cemerlang
dari Elizabeth Olsen dan John Hawkes. Beberapa perbaikan dalam penulisan
naskah akan mampu membuat penceritaan Martha Marcy May Marlene menjadi lebih efektif, namun secara keseluruhan, Martha Marcy May Marlene telah mampu tampil cukup memuaskan.
Source : http://amiratthemovies.wordpress.com